Lubang
Jepang Bukittinggi adalah salah satu objek wisata sejarah yang ada di Kota
Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Lubang Jepang merupakan sebuah
terowongan (bunker) perlindungan yang dibangun tentara pendudukan Jepang
sekitar tahun 1942 untuk kepentingan pertahanan.
Sebelumnya,
Lubang Jepang dibangun sebagai tempat penyimpanan perbekalan dan peralatan
perang tentara Jepang, dengan panjang terowongan yang mencapai 1400 m dan
berkelok-kelok serta memiliki lebar sekitar 2 meter. Sejumlah ruangan khusus
terdapat di terowongan ini, di antaranya adalah ruang pengintaian, ruang
penyergapan, penjara, dan gudang senjata.
Selain
lokasinya yang strategis, objek andalan wisata Sumatera Barat ini dahulunya merupakan
pusat pemerintahan Sumatera Tengah, tanah yang menjadi dinding terowongan ini
merupakan jenis tanah yang jika bercampur air akan semakin kokoh. Bahkan gempa
yang mengguncang Sumatera Barat tahun 2009 lalu tidak banyak merusak struktur
terowongan.
Diperkirakan
puluhan sampai ratusan ribu tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari
pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan untuk menggali terowongan ini. Pemilihan
tenaga kerja dari luar daerah ini merupakan strategi kolonial Jepang untuk
menjaga kerahasiaan megaproyek ini. Tenaga kerja dari Bukittinggi sendiri
dikerahkan di antaranya untuk mengerjakan terowongan pertahanan di Bandung dan
Pulau Biak.
Tak Ada Kerja Paksa
ADALAH
Hirotada Honjyo, lahir 1 Januari 1908, di kota kecil Iizuka, Provinsi
Fukuoka, Kepulauan Kyushu, Jepang Selatan. Tamatan Fukultas Hukum, Hosei
University, Tokyo, penggemar olahraga rugby ini, bekerja di perusahaan tambang
batu bara, Asou Koggyo. Ia beroleh pengetahuan dasar tentang pertambangan dan
terowongan. Berikut ini penuturannya yang ditulis tanggal 17 April 1997. Ia
meninggal dunia tahun 2001.
Honjyo-san
harus membuat “lubang perlindungan” di Ngarai Bukittinggi, atas instruksi
Panglima Divisi ke-25 Angkatan Darat Bala Tentera Jepang, Letjen Moritake
Tanabe. Waktu itu, ia berpangkat Kapten Angkatan Darat, perwira staf keuangan,
sebagai jurubayar, untuk merencanakan, membuat dan mengawasi pelaksanaan sebuah
“lubang perlindungan”.
Semua
berkas mengenai rencana, gambar, spesifikasi dan anggarannya, sudah tidak ada
lagi. Semua dibakar sesaat balatentara Jepang kalah, tanggal 15 Agustus 1945,
sesuai perintah Panglima Letjen Moritake Tanabe. “Walaupun telah lewat 50 tahun
lebih, saya masih ingat menggambarkan dan menyatakan cara pembuatan dan
perencanaan pelaksanaan lubang lindungan tersebut,” kata Hojyo-san.
Konstruksinya
mulai dikerjakan bulan Maret 1944, dan selesai pada awal Juni 1944. “Hal ini
tidak bisa saya lupakan, karena sampai sekarang ada album kenang-kenangan yang
saya simpan,” katanya. Pembuatan terowongan dikerjakan di bawah pimpinan
tiga ahli tambang batubara, dikirim dari perusahaan Hokkaido — Tanko Kisen Co.
Perusahaan tambang batu bara terkenal di Hokkaido ini selama pendudukan
balatentera Jepang, juga mengerjakan tambang batubara Ombilin.
Ketiga
ahli terowongan itu adalah (1) Ir. Toshihiko Kubota, sebagai ketua, (2) Ir.
Ichizo Kudo (3) Ir. Uhei Koasa. Mereka sudah meninggal. Selain dari orang-orang
Jepang, ada juga beberapa orang Indonesia yang bekerja di tambang batubara
Ombilin diperbantukan mengerjakan “lubang perlindungan” ini.
Saya
adalah seorang perwira staf keuangan, sebagai ahli jurubayar dan selama
bertugas tidak menggunakan kekuasaan tentara dan fasilitas lainnya,” kata
Honjyo-san. “Kepada saya diperbantukan seorang sersan dari Markas Besar
Panglima dan beberapa lori untuk keperluan angkutan kerja”.
Selama
tiga bulan bertugas, katanya, tidak ada terjadi insiden atau kecelakaan. Dan
selama bertugas tidak menggunakan senjata, baik senjata berupa pedang samurai
maupun senjata api lainnya. “Lubang perlindungan Jepang” itu tidak merupakan
benteng pertahanan. tapi hanyalah lubang untuk melindungi diri. Supaya
terhindar dari serangan bahaya udara.
Instruksi
Panglima Divisi ke-25 Angkatan Darat Balatentara Jepang itu menyebutkan lagi:
(1) membuat sebuah lubang perlindungan yang bisa menahan getaran letusan bom
sekuat 500kg. (2) membuat lubang perlindungan yang dilengkapi dengan
ruangan-ruangan untuk keperluan Markas Besar, ruang kantor dan fasilitas-fasilitas
lainnya untuk keperluan Divisi ke-25 Angantan Darat.
Konstruksi
lubang perlindungan tersebut tidak rahasia dan tidak ada yang perlu dijaga.
Untuk bisa menahan getaran letusan bom di atas 500kg, perlu penggalian
sedalam 40-meter dari permukaan bumi atau 20-m dari ujung penggalian jurang
tebing. Untuk menguatkan dan kokohnya dinding lubang, dibuat bentuk
“torii-gumi” — menyerupai pintu depan lambang agama Shinto. Yaitu bagian bawah
lebih besar daripada bagian atas.
Itulah
sekelumit cerita dari Lobang Jepang yang berada di Kota Bukittinggi, ini
termasuk Objek Wisata di Sumatera Barat yang banyak di kunjungi wisatawan. Baik
dari lokal maupun mancanegara. Visit To Sumbar
Ref : http://ysalma.com/2014/03/07/wisata-sejarah-lubang-jepang-bukittinggi/